Thursday 18 June 2015

Jagalah Hati, Jangan Kau Kotori …

Saudaraku, kedudukan hati bagi manusia sangatlah istimewa. Hati ibarat raja yang menentukan baik buruknya seluruh anggota tubuh. Jika rajanya baik, maka rakyatnya juga baik; dan jika rajanya lalim, maka rakyatnya juga rusak dan lalim.

Begitulah hati. Jika hati kita baik, maka tangan, kaki, mata, telinga, dan seluruh anggota tubuh akan baik. Hati adalah sabuk pengaman bagi manusia. Dia menjadi filter dan penyeimbang pikiran yang kadang lalai dan ceroboh. Kalau akal pada manusia untuk berpikir, maka hati adalah untuk memahami dan meresapi. Oleh karena itu, di dalam Al-Qur`an Allah sering menyandingkan kata qalbun (hati) dengan fiqhun (memahami dan meresapi), dan aqlun (akal) dengan fikrun (berpikir).

Akal tidak selamanya bisa meresapi dan memahami sesuatu. Orang yang berbuat hanya dengan pertimbangan akal saja bisa jadi melakukan kesalahan fatal. Contoh, kita selalu menyebut pembunuh dan koruptor sebagai orang yang tidak punya hati atau perasaan, yaitu orang yang tidak bisa memahami efek dari tindakannya sendiri. Jangan anggap koruptor dan pembunuh itu gila. Mereka punya pikiran dan sangat waras. Tapi mereka tidak bisa memahami dan meresapi, sehingga tidak tahu bahwa korupsi dan membunuh, bagaimanapun juga sangat merugikan dirinya sendiri. Orang-orang itu bisa melihat dan mendengar, tapi hati mereka buta sehingga tidak mampu mengendalikan perilaku diri sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam Surah Alhajj ayat 46 sebagai berikut.

Artinya:
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang di dalam dada. (Q.S. Alhajj[22]: 46)

Di sinilah pentingnya hati, yaitu sebagai penyeimbang untuk mensalehkan akal. Ini adalah peringatan tentang besarnya pengaruh hati bagi manusia, sekaligus anjuran untuk selalu menjaganya agar tetap baik dan bersih. Keselamatan atau kehancuran manusia di dunia dan akhirat ditentukan oleh baik dan buruknya hati. Mari kita menyimak firman Allah swt. dalam Surah Al-Anfâl ayat 70 berikut ini.

Artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu, “Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari yang telah diambil daripadamu. Dan dia akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Anfâl[8]: 70).

Lihatlah, saudaraku. Allah memberi kebaikan dan ampunan kepada seseorang berdasar kebaikan yang ada di dalam hatinya. Ayat 70 Surah Al-Anfâl ini turun kepada tawanan orang kafir yang mengaku telah masuk Islam dan di dalam hatinya tersimpan kebaikan, sehingga Allah memberi ampun kepadanya. Masalah hati sungguh sangat penting dan fundamental, karena menyangkut kebahagiaan dan kesedihan seseorang di dunia dan akhirat.

Di dalam Surah Ash-Shaffât ayat 83-84 Allah swt. berfirman menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. sebagai berikut:

“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (Q.S. Asshaffât[37]: 83—84)

Di dalam surah yang lain juga diceritakan bahwa Nabi Ibrahim meminta dengan sepenuh hati agar dianugerahi hati yang bersih. Allah swt. berfirman:

“Dan (Ibrahim berhaka) janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, yaitu hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Q.S. Asysyu’arâ’[26]:87-89).

Nabi Ibrahim tidak meminta harta kekayaan atau anak keturunan, karena dia tahu bahwa yang selamat pada hari kebangkitan hanyalah orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; bukan orang yang kaya raya atau memiliki keturunan banyak!

Allah juga berfirman di dalam Surah Qâf ketika menjelaskan balasan amal baik dan amal jelek sebagai berikut.

“Dan didekatkan surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat. (Q.S. Qâf[50]: 31—33)

Atas dasar semua itu, maka kita harus selalu membersihkan hati dan mendorongnya agar selalu bertaubat, sebab hanya hati yang suci, bersih, dan bertaubat yang menjamin tiket kebahagiaan abadi kita di surga. Wallahu a’lam


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment

Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...