Saudaraku, kedudukan hati bagi manusia sangatlah
istimewa. Hati ibarat raja yang
menentukan baik buruknya seluruh anggota tubuh. Jika rajanya baik, maka
rakyatnya juga baik; dan jika rajanya lalim, maka rakyatnya juga rusak dan
lalim.
Begitulah
hati. Jika hati kita baik, maka tangan, kaki, mata, telinga, dan seluruh
anggota tubuh akan baik. Hati adalah sabuk pengaman bagi manusia. Dia menjadi
filter dan penyeimbang pikiran yang kadang lalai dan ceroboh. Kalau akal pada
manusia untuk berpikir, maka hati adalah untuk memahami dan meresapi. Oleh
karena itu, di dalam Al-Qur`an Allah sering menyandingkan kata qalbun (hati) dengan fiqhun (memahami dan meresapi), dan aqlun (akal) dengan fikrun (berpikir).
Akal
tidak selamanya bisa meresapi dan memahami sesuatu. Orang yang berbuat hanya
dengan pertimbangan akal saja bisa jadi melakukan kesalahan fatal. Contoh, kita
selalu menyebut pembunuh dan koruptor sebagai orang yang tidak punya hati atau
perasaan, yaitu orang yang tidak bisa memahami efek dari tindakannya sendiri. Jangan
anggap koruptor dan pembunuh itu gila. Mereka punya pikiran dan sangat waras.
Tapi mereka tidak bisa memahami dan meresapi, sehingga tidak tahu bahwa korupsi
dan membunuh, bagaimanapun juga sangat merugikan dirinya sendiri. Orang-orang itu
bisa melihat dan mendengar, tapi hati mereka buta sehingga tidak mampu
mengendalikan perilaku diri sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam
Surah Alhajj ayat 46 sebagai berikut.
Artinya:
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang di dalam dada.
(Q.S. Alhajj[22]:
46)
Di
sinilah pentingnya hati, yaitu sebagai penyeimbang untuk mensalehkan akal. Ini
adalah peringatan tentang besarnya pengaruh hati bagi manusia, sekaligus
anjuran untuk selalu menjaganya agar tetap baik dan bersih. Keselamatan atau
kehancuran manusia di dunia dan akhirat ditentukan oleh baik dan buruknya hati.
Mari kita menyimak firman Allah swt. dalam Surah Al-Anfâl ayat 70 berikut ini.
Artinya:
Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di
tanganmu, “Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan
memberikan kepadamu yang lebih baik dari yang telah diambil daripadamu. Dan dia
akan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.
Al-Anfâl[8]: 70).
Lihatlah, saudaraku. Allah memberi kebaikan
dan ampunan kepada seseorang berdasar kebaikan yang ada di dalam hatinya. Ayat
70 Surah Al-Anfâl ini turun kepada tawanan orang kafir yang mengaku telah masuk
Islam dan di dalam hatinya tersimpan kebaikan, sehingga Allah memberi ampun
kepadanya. Masalah hati sungguh sangat penting dan fundamental, karena
menyangkut kebahagiaan dan kesedihan seseorang di dunia dan akhirat.
Di dalam Surah Ash-Shaffât ayat 83-84 Allah
swt. berfirman menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. sebagai berikut:
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar
termasuk golongannya (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan
hati yang suci.
(Q.S. Asshaffât[37]: 83—84)
Di dalam surah yang lain juga diceritakan
bahwa Nabi Ibrahim meminta dengan sepenuh hati agar dianugerahi hati yang
bersih. Allah swt. berfirman:
“Dan
(Ibrahim berhaka) janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,
yaitu hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Q.S.
Asysyu’arâ’[26]:87-89).
Nabi Ibrahim tidak meminta harta kekayaan
atau anak keturunan, karena dia tahu bahwa yang selamat pada hari kebangkitan
hanyalah orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih; bukan orang yang
kaya raya atau memiliki keturunan banyak!
Allah juga berfirman di dalam Surah Qâf
ketika menjelaskan balasan amal baik dan amal jelek sebagai berikut.
“Dan
didekatkan surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada
jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap
hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua
peraturan-peraturan-Nya), (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat. (Q.S. Qâf[50]: 31—33)
Atas dasar semua itu, maka kita harus selalu
membersihkan hati dan mendorongnya agar selalu bertaubat, sebab hanya hati yang
suci, bersih, dan bertaubat yang menjamin tiket kebahagiaan abadi kita di surga. Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment
Katakan yang baik-baik, atau lebih baik diam. Begitu pesan Rasul kita...